Bakso Hambar, Hati yang Bersyukur

 


Suatu sore yang mendung, aku mendengar suara motor berhenti di depan rumah.

“Kayaknya Ayah pulang!” seruku sambil lari ke depan.

Benar saja. Ayah turun dari motor sambil membawa kantong plastik besar.

“Ayah bawa apa, yah?” tanyaku penasaran.

“Coba tebak dari baunya,” kata Ayah sambil menyodorkan plastik.

Aku mencium aromanya. “Baksoooo!” teriakku senang.

Ibu keluar dari dapur sambil tersenyum. Adikku, Raka, langsung melompat-lompat. “Yay! Bakso! Aku mau tiga pentol!”

Kami berkumpul di meja makan. Bakso memang makanan favorit kami sekeluarga. Tapi, saat aku menyeruput kuahnya… aku langsung berhenti.

“Lho, kok hambar? Rasanya aneh...” gumamku.

Aku coba satu pentol. Lumayan. Bulat dan kenyal. Tapi karena kuahnya hambar, rasanya jadi… yaa, kurang.

“Kenapa baksonya nggak enak?” kataku dengan suara keras.

Ibu menoleh. “Rini, makan dulu baru komentar,” katanya tenang tapi tegas.

Ayah cuma tersenyum kecil sambil menuangkan kuah ke mangkuk Raka.

Aku nyeruput lagi. Tetap sama. Hambar. “Tapi beneran deh, baksonya nggak enak,” kataku lagi.

Ibu meletakkan sendok. “Nak, bakso itu Ayah belikan dari rezeki yang Allah beri. Mungkin menurutmu rasanya kurang, tapi di luar sana banyak anak yang cuma bisa mimpi makan bakso. Coba pikirkan itu.”

Aku terdiam. Rasanya seperti ditegur langsung oleh hati sendiri.

Ayah mengangguk setuju. “Benar kata Ibu. Nikmat itu bukan cuma soal rasa, tapi juga soal bersyukur.”

Aku cemberut sedikit. “Aku nggak maksud ngeluh kok... cuma jujur.”

Tiba-tiba Raka ikut nimbrung sambil tertawa, “Alhamdulillah... walau kuahnya hambar, tapi pentolnya enak!”

Kami semua tertawa.

Aku ikut tersenyum. “Iya juga, sih. Masih mending dapet bakso daripada cuma lihat gambarnya.”

Ayah berkata lagi, “Kalau suatu saat makanan terasa kurang enak, kamu boleh bilang. Tapi pelan-pelan, dan setelah makan. Jangan langsung bilang keras-keras, apalagi di depan orang lain.”

“Baik, Ayah,” jawabku sambil mengangguk.

“Siap, Komandan Bakso!” kata Raka sambil hormat kayak tentara. Kami semua tertawa lagi.

Akhirnya, kami makan bakso dengan lebih tenang dan hati yang hangat. Rasanya sih masih hambar, tapi suasananya... luar biasa.


Pesan Moral:

Bersyukur itu bukan cuma soal rasa yang enak. Tapi soal hati yang tahu bahwa setiap rezeki.. sekecil apa pun ...adalah hadiah dari Tuhan yang layak disyukuri.